Dalam akuntansi persediaan, ada dua sistim yang lumrah digunakan, yaitu: sistim periodik dan sistim perpetual. Bagi pegawai accounting, sistim persediaan periodik atau perpetual yang diterapkan di dalam perusahaan menentukan bagaimana pencatatan transaksi persediaan dilakukan. Sedangkan bagi pengelola keuangan dan pengelola usaha, sistim persediaan yang diterapkan menentukan seberapa efektif persediaan bisa dikelola terutama aspek pengawasannya.
APA ITU PERSEDIAAN?
Persediaan menurut (Hermawan, 2013:56) merupakan barang dagangan yang disimpan kemudian dijual kembali dalam operasi normal perusahaan dan bahan yang terdapat dalam proses produksi atau yang telah disimpan untuk suatu tujuan. Sederhananya, yang disebut persediaan adalah apa yang oleh masyarakat umum menyebutnya dengan istilah “stock”. Tetapi secara internasional persediaan disebut dengan istilah “inventory”, yang disebut stock justru saham.
Wujud fisik persediaan suatu perusahaan tergantung pada jenis usahanya. Meskipun pada kenyataannya ada banyak jenis atau model usaha, dalam akuntansi untuk tujuan penyederhanaan jenis usaha biasanya hanya dibagi menjadi 3 kelompok saja. Berikut adalah 3 jenis perusahaan beserta persediaannya:
-
- Perusahaan Jasa (misal: pengacara, konsultan, agen, broker, bengkel mobil, bengkel motor, service AC, dll)-Bisa memiliki persediaan dan bisa tidak memiliki persediaan (Tergantung bergerak di bidang jasa apa?)
- Perusahaan Dagang (misal: distributor, toko, mini market, dll)-Persediaannya berupa barang jadi.
- Perusahaan Manufaktur (misal: pabrik gula, pabrik pakaian jadi, dll)–Persediaannya berupa:
-
- bahan baku;
-
- bahan penolong;
-
- barang dalam proses; dan
-
- barang jadi.
METODE PENCATATAN PERSEDIAAN
Pencatatan persediaan dalam perusahaan dagang dapat dilakukan dengan 2 (dua) metode sebagai berikut:
1. Sistem Pencatatan Perpetual/Continual Inventory System
Pencatatan persediaan dengan metode perpetual mensyaratkan bahwa setiap transaksi yang mempengaruhi persediaan seperti penjualan dan pembelian barang dagang, langsung dicatat pada akun persediaan. Sehingga, setiap saat jumlah dan saldo persediaan dapat diketahui tanpa penghitungan fisik.
2. Sistem Pencatatan Periodik/Physical Inventory System
Pencatatan persediaan dengan menggunakan metode periodik hanya dilakukan pada akhir periode akuntansi (pada saat laporan keuangan akan disusun). Penilaian persediaan dilakukan dengan penghitungan fisik, penghitungan fisik bertujuan untuk mengetahui jumlah persediaan yang ada. Istilah penghitungan fisik persediaan perusahaan disebut “Stock Opname“. Transaksi-transaksi yang mempengaruhi persediaan seperti penjualan, retur penjualan, pembelian dicatat pada akun tersendiri.
IMPLIKASINYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN
Persediaan berimplikasi luas terhadap laporan keuangan dan pengelolaan keuangan perusahaan. Persediaan berimplikasi langsung terhadap Neraca dan Laporan Laba Rugi:
-
- Di Neraca, persediaan disajikan dalam kelompok “Aktiva Lancar” (current assets) setelah akun “Piutang” (silahkan lihat contoh format Neraca), sehingga besar-kecilnya nilai saldo persediaan yang disajikan berpengaruh terhadap besar kecilnya nilai aktiva (aset) secara keseluruhan.
-
- Di Laporan Laba Rugi, besar kecilnya penggunaan persediaan (bahan baku, bahan penolong dan barang jadi) menentukan besar kecilnya “Harga Pokok Penjualan” (HPP), yang pada akhirnya juga akan menentukan besar kecilnya “Laba” atau “Rugi” yang disajikan di dalam laporan laba-rugi. Pada akhirnya, besar kecilnya laba/rugi yang dibukukan pada suatu periode akuntansi berimplikasi terhadap besar-kecilnya “Laba Ditahan” (Retained Earning) yang disajikan di Neraca persisnya di kelompok akun “Ekuitas.”
Apakah dengan menggunakan sistim perpetual membuat laporan keuangan menjadi berbeda jika dibandingkan dengan menggunakan sistim periodik? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat perbandingan antara sistim persediaan periodik dengan perpetual. Perbedaan Paling Fundamental Antara Sistim Periodik dan Perpetual ada pada 2 hal sbb:
-
- Penentuan Nilai Saldo Akhir Persediaan di Neraca:
-
- Sistim Periodik–Jika perusahaan menerapkan sistim periodik, nilai saldo akhir persediaan di Neraca ditentukan dengan cara melakukan penghitungan fisik persediaan yang lumrah dikenal dengan istilah “stok opname” sederhananya; di akhir periode, fisik barang bersediaan (bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses dan barang jadi) dihitung jumlahnya. Jumlah fisik barang lalu dikalikan dengan Harga Pokok Penjualan (HPP) satuan barang.
-
- Sistim Perpetual–Jika yang diterapkan adalah sistim perpetual, perusahan tidak perlu melakukan penghitungan fisik untuk menentukan nilai saldo akhir , karena setiap transaksi terkait dengan persediaan baik kenaikan maupun penurunan telah dicatat melalui penjurnalan. Meskipun demikian, penghitungan fisik tetap dilakukan untuk kemudian dibandingkan dengan saldo akhir yang ditunjukan oleh buku persediaan. Jika terjadi perbedaan antara saldo akhir hasil penghitungan fisik dengan saldo akhir yang ditunjukan oleh buku persediaan, maka dibuatkan rekonsiliasi persediaan dengan memasukan jurnal penyesuaian persediaan (Inventory Adjustment Entry).
-
- Penentuan Persediaan Digunakan (atau Terjual) dalam Harga Pokok Penjualan:
-
- Sistim Periodik-Jika perusahaan menggunakan sistim periodik, maka nilai persediaan yang digunakan (dan terjual) untuk dibebankan sebagai “Harga PokokPenjualan”, dihitung dengan cara menjumlahkan saldo awal persediaan dengan total pembeliaan (atau persediaan masuk) lalu dikurangi dengan saldo akhir persediaan yang diperoleh melalui penghitungan fisik. Misalnya: Data persediaan perusahaan dagang PT SAU untuk tahun 2022 adalah sbb:
-
- Saldo awal = Rp 80.000.000
-
- Pembelian Bersih Jan s/d Des 2022 = Rp 600.000.000
-
- Saldo akhir 31 Desember 2022 (diketahui setelah penghitungan fisik) = Rp 88.000.000
Harga Pokok Penjualan = (80.000.000 + 600.000.000) – 88.000.000 = 592.000.000.
-
- Sistim Perpetual – Dengan sistim perpetual, perusahaan tidak perlu lagi membuat perhitungan seperti pada sistim periodik karena penggunaan persediaan langsung diakui setiap kali ada penjualan dengan mendebit akun “Harga Pokok Penjualan” dan mengkredit “Persediaan” di sisi lainnya, seperti jurnal di bawah ini:
TGL | KETERANGAN | DEBET | KREDIT |
---|---|---|---|
Tgl Bln Thn | Harga Pokok Penjualan | Rp xxxxxxxxx | |
‘Persediaan | Rp xxxxxxxxx |
PERBANDINGAN SISTEM PERIODIK DAN PERPETUAL DALAM PEMBELIAN DAN PENJUALAN BARANG
Ada banyak transaksi yang mengakibatkan volume persediaan menjadi meningkat atau menurun selama satu periode. Di sini kita lihat perbandingan sistim periodik dan perpetual dari transaksi pembelian dan penjualan barang.
Transaksi Pembelian dan Penjualan Barang
Dalam sistim perpetual, pembelian dan penjualan barang persediaan dicatat langsung ke akun “Persediaan,” dengan kata lain: perubahan nilai nominal dan volume persediaan langsung terlihat dalam buku besar (ledger) persediaan setiap kali ada transaksi pembelian dan penjualan. Sedangkan dalam sistim periodik yang dicatat hanya kenaikan nilai dan volume persediaan melalui akun yang disebut dengan “Pembelian”, sementara tidak mencatat adanya penurunan pada setiap transaksi penjualan yang terjadi (penurunan persediaan diakui sekaligus di akhir periode dengan melakukan pemeriksaan fisik). Untuk lebih jelasnya, kita lihat contoh berikut ini:
PT SAU adalah perusahaan dagang, dan menunjukan data sbb:
-
- Pada Tanggal 2 April 2022, Saldo Awal Persediaan = 400 units @ Rp 240.000 = Rp 96.000.000
-
- Pada Tanggal 4 April 2022, Pembelian dari PT SAN = 3.600 units @ Rp 240.000 = Rp 864.000.000
-
- Pada Tanggal 21 April, Penjualan ke PT NLW = 2.400 units @ Rp 480.000 = Rp 1.152.000.000
Pada tanggal 30 April, Saldo Akhir Persediaan = 1.600 units @Rp 240.000 = Rp 384.000.000; (Note: kita asumsikan cost per unit persediaan konstan dari awal hingga akhir periode).
Jika PT SAU menggunakan sistim PERPETUAL, maka alur transaksi dan jurnalnya akan nampak sbb:
1. Saldo awal persediaan di neraca = RP 96.000.000
2. Pada tanggal 4 April, Pembelian dari PT SAN = 3.600 units dengan harga Rp 240.000 = Rp 864.000.000, dicatat dengan jurnal:
TGL | KETERANGAN | DEBET | KREDIT |
---|---|---|---|
2 April 2022 | ‘Persediaan | 864.000.000 | |
Utang Dagang-PT SAN | 864.000.000 |
3. Pada tanggal 21 April 2022, Penjualan ke PT NLW = 2.400 units dengan harga Rp 480.000 per unit= Rp 1.152.000.000, dan dicatat dengan jurnal:
TGL | KETERANGAN | DEBET | KREDIT |
---|---|---|---|
21 April 2022 | Piutang Dagang-PT NLW | 1.152.000.000 | |
Penjualan | 1.152.000.000 |
Dan untuk mengakui Harga Pokok Penjualan sekaligus penurunan nilai persediaan= 2.400 units x Rp 240.000 = Rp. 576.000.000; jurnalnya adalah sbb:
TGL | KETERANGAN | DEBET | KREDIT |
---|---|---|---|
21 April 2022 | Harga Pokok Penjualan | 576.000.000 | |
‘Persediaan | 576.000.000 |
Bagaimana jika PT SAU menggunakan sistim PERIODIK, maka alur transaksi dan jurnalnya adalah sbb:
1. Saldo awal persediaan di neraca = RP 96.000.000
2. Sama seperti contoh diatas yaitu pada tanggal 4 April, Pembelian dari PT SAN = 3.600 units dengan harga Rp 240.000 = Rp 864.000.000, dicatat dengan jurnal sbb:
TGL | KETERANGAN | DEBET | KREDIT |
---|---|---|---|
2 April 2022 | Pembelian | 864.000.000 | |
Utang Dagang-PT SAN | 864.000.000 |
3. Pada sistim periodik, penjualan 2.400 units dengan harga Rp 480.000/unit dicatat hanya dengan satu jurnal saja untuk mengakui penjualan dan piutang dagang (Note: penurunan persediaan dan pengakuan harga pokok penjualan dilakukan sekaligus di akhir periode). Pada tanggal 21 April 2022, Penjualan ke PT NLW = 2.400 units dengan harga Rp 480.000 per unit= Rp 1.152.000.000, dan dicatat dengan jurnal sbb:
TGL | KETERANGAN | DEBET | KREDIT |
---|---|---|---|
21 April 2022 | Piutang Dagang-PT NLW | 1.152.000.000 | |
Penjualan | 1.152.000.000 |
Di akhir periode, yaitu pada tanggal 30 April 2022 setelah dilakukan penghitungan fisik, PT SAU memasukan jurnal penyesuaian untuk mengakui persediaan, harga pokok penjualan, sekaligus ‘menghapus’ saldo akun “Pembelian” maka jurnalnya adalah sbb:
TGL | KETERANGAN | DEBET | KREDIT |
---|---|---|---|
30 April 2022 | ‘Persediaan | 288.000.000 | |
Harga Pokok Penjualan | 576.000.000 | ||
Pembelian | 864.000.000 |
Catatan: Dengan jurnal penyesuaian yang dimasukan di akhir periode ini, maka saldo akun “Pembelian” menjadi nol, saldo akhir persediaan di Neraca menjadi Rp 384.000.000 (saldo awal 96.000.000 + adjustment kenaikan 288.000.000), dan muncul Harga Pokok Penjualan di Laporan Laba-Rugi sebesar Rp 576.000.000 (96.000.000 + 864.000.000 – 384.000.000).
Secara keseluruhan, dari perbandingan jurnal antara sistim periodik dan perpetual, jelas terlihat bahwa terhadap laporan keuangan yang disajikan di setiap akhir periode, menggunakan sistim perpetual atau periodik tidak berpengaruh apa-apa, dalam pengertian: nilai saldo akhir persediaan (yang disajikan di neraca) dan harga pokok penjualan (yang disajikan di laporan laba-rugi), akan menunjukan hasil yang sama. Bedanya, hanya terjadi pada teknis pengakuan dan nama akun yang digunakan pada setiap pengakuan transaksi. Sistim perpetual selalu mendebet/mengkredit akun “Persediaan” untuk setiap transaksi yang mengakibatkan kenaikan atau penurunan persediaan. Sedangkan sistim periodik, untuk sementara menggunakan akun “Pembelian” untuk setiap penambahan persediaan dan baru memperhitungkan penurunan persediaan di akhir periode setelah penghitungan fisik dilakukan.
(Sumber: JAK)ns
Related Posts

Siklus Pendapatan (Penjualan) dan Pembelian (Utang)

Asumsi, Prinsip dan Konstrain Yang Digunakan Dalam Akuntansi
